Selasa, 14 Oktober 2014

GURU BERSABARLAH DULU


     Aku adalah seorang guru yang termasuk guru yang trend-nya disebut guru yang ‘gak tegaan, khususnya pada siswa-siswaku sendiri. Saat mengajar di kelas umumnya  aku terlihat biasa saja dan bukan termasuk guru yang killer. Apalagi di saat siswa yang terkadang membuatku jengkel di kelas, aku selalu berusaha menegur dengar caraku sendiri, yaitu menegur seperlunya dengan tidak menunjukkan tekanan suara tinggi yang menggertak dengan tujuan agar mereka tidak tersinggung, namun satu hal yang menjadi kelemahanku saat-saat itu adalah cara tuguranku tidak dapat membuat siswaku jera dan sadar. Aku tahu alasan mengapa siswa sering berperilaku seperti itu, tetapi alasan itu tidak perlu aku jelaskan panjang lebar di sini. Ya, aku menyadari bahwa aku saat itu sedang mengajar di sebuah lembaga pendidikan Non-formal yang menuntut guru untuk selalu berhati-hati dalam menegur siswa, jangan sampai mereka dipukul ataupun hal yang membuat mereka berhenti dari lembaga tersebut. Maklum, lembaga pendidikan Non-formal di tempatku mengajar mampu bertahan hidup karena adanya kepercayaan siswa, jika lembaga itu dianggap buruk di mata siswa dan atau orang tuanya, mungkin saja lembaga itu akan mengalami penurunan jumlah siswa dan akan mengalami kebangkrutan. waktu itu  Memang berat tantangan profesi ini yang aku rasakan sebagai guru di lembaga pendidikan Non-formal, tetapi sebagai guru yang berusaha untuk selalu profesional dengan segala kekurangan yang aku miliki, maka hal itu yang membuatku tetap semangat dalam mengajar, tulus ikhlas aku berikan demi siswa, lembaga, dan pekerjaanku.  Mungkin pernyataan ini terdengar agak membanggakan diri ataupun mungkin terdengar kurang etis dibicarakan, tetapi itulah secuil kenyataan dari sifatku yang sebenarnya sebagai seorang guru.
      Di lembaga pendidikan Non-formal tempat aku mengajar waktu itu hampir seluruh siswa-siswinya berasal dari golongan orang kaya. Ada siswa yang berperilaku baik terhadap guru dan ada juga “mungkin” siswa yang berperilaku yang tidak baik terhadap gurunya. Mungkin mereka menganggap gurunya lebih rendah materilnya sehingga mereka seenaknya saja berperilaku yang tidak beretika. Mereka menganggap segalanya bisa dibeli dengan uang dari orang tuanya. Mungkin juga faktor pergaulan di dunia mereka lebih bebas, kurang perhatian dari orang tua, dan atau kurang bergaul dengan orang di sekitarnya yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dari segi materi dan status sosialnya. Semua etika mereka itu pasti memiliki banyak faktor yang mempengaruhi. Akan tetapi, bukan berarti mereka luput dari perhatian seorang guru. Guru akan selalu memberikan contoh yang baik untuk anak didiknya.
       Kali ini aku ingin menceritakan pengalaman singkat yang memiliki sedikit pelajaran yang berpengaruh dalam hidupku dan untuk kesadaran diri untuk menjadi guru yang lebih baik lagi di masa mendatang.
        Pada hari Selasa di suatu lembaga yang tidak perlu aku sebutkan, aku mendapatkan jadwal mengajar di kelas 7 SMP. Tepatnya di ruang A. Pengalaman yang biasa aku hadapi saat itu ialah menunggu kehadiran siswa di kelas yang mana mereka semua datang terlambat. Sebenarnya tidaklah etis bagi seorang guru menunggu kedatangan siswanya di kelas, yang ada hanyalah siswa yang menunggu kehadiran guru di kelasnya atau datang dalam waktu yang bersamaan untuk belajar, bukan sebaliknya. Saat itu sebagian besar siswaku datang walaupun terlambat, sisanya menyusul dua siswa laki-laki datang di pertengahan jam belajar. Dua siswa yang terakhir itu sebut saja namanya Bendri dan Andro. Ketika terlambat memasuki ruangan, Andro langsung masuk ke uang kelas bersama Bendri tanpa mengucapkan salam, tidak menoleh ke hadapanku, dan yang parahnya lagi selang waktu masuk ruang kelas, sebelum duduk si Andro meminta bantuanku untuk mencolokan kabel laptop-nya, aku merasa sangat terkejut. Jauh dari prasangka  burukku, selayaknya siswa yang memimta bantuan, aku bantu saja Andro mencolokkan kabel ke lobang aliran listrik yang ada di kelas. Mungkin karena aku adalah guru yang pertama kali mengajar di kelasnya. Aku belum begitu mengenal karakter siswa di kelas waktu itu. Dan tidak lama selang aku mencolokkan kabel laptop, si Andro langsung duduk dan membuka laptop tanpa izin. Spontan saja aku menegur dan memarahi Andro, “Andro, silakan duduk, tolong laptopnya disimpan dulu!”, perintahku. Namun Andro tidak mendengarkan teguranku dan Andro mulai menyalakan laptop­­-nya dan terus memainkan games di  laptop­-nya. Betapa bingung aku saat itu, memikirkan akibat yang akan terjadi jika seandainya aku meluapkan amarahku ke Andro. Tapi, dengan kesadaran yang masih tersimpan. Aku menghentikan teguranku, namun Andro masih saja memainkan games di laptop-nya hingga jam pelajaran berakhir. Dengan mimik wajahku yang bosan, sebelum keluar ruang kelas, aku berpesan kepada Andro dan teman-temannya yang lain bahwa mulai minggu berikutnya jika Andro tidak mau merubah perilakunya yang tidak baik, aku yang akan keluar dari ruangan kelas.

       Sedikit banyaknya  aku sudah paham dengan karakter para siswa umumnya yang pernah aku temui karena sebelum mengajar di kelas Andro aku sudah lumayan banyak memiliki pengalaman dalam menghadapi berbagai macam karakter para siswaku baik berhadapan dengan siswa yang pendiam seribu bahasa sampai siswa yang hampir pernah mengarahkan jari telunjuknya di keningku saat dia marah yang tidak jelas dengan nada mengancam sehingga membuat darahku memanas melihat tingkahnya yang sangat tidak patut dicontoh. Betapa kurang ajar siswa itu, hingga aku menegurnya dengan baik, mengucapkan istighfar dan mengusap emosi burukku. Namun, dalam kelasku kali ini sangatlah berbeda dengan apa yang saya duga sebelumnya. Menghadapi siswa yang tidak menganggap kehadiran guru barunya.
      Sempat aku berpikir, betapa senangnya hidup seorang siswaku Andro, anak dari keluarga yang kaya yang bisa memiliki segalanya yang dia inginkan, dimana jika dibandingkan dengan anak-anak di luar sana yang mungkin keadaan mereka sangatlah jauh dengan keadaan Andro. Andro bisa sekolah, membayar les yang mahal di luar sekolah, dan bisa mendapatkan apa saja yang dia inginkan. Sungguh luar biasa kesempurnaan materi yang dia dapat. Dan timbul pertanyaan di benakku bagaimana ketika dia besar nanti jika sikapnya terhadap orang lain masih seperti itu dan bagaimana dia bisa mempertahankan harta orang tuanya dengan baik kelak tanpa menghormati orang lain di sekitarnya.

KECERDASAN BELUM TENTU BISA MENYELAMATKAN HARTAMU, NAMUN AKHLAK AKAN SELALU MENJAGA HARTAMU.

Inilah sepenggal cerita yang terjadi di sela-sela pekerjaanku sebagai guru yang umumnya mungkin juga terjadi di kehidupan para pembaca sekalian. Hal ini mendorongku untuk mencari ide baru dalam memecahkan masalah untuk mengarahkan siswa yang serupa dalam kondisi cerita di atas ke arah yang lebih tepat.

Rabu, 03 September 2014

HIDUP KITA

          Hidup ini merupakan sebuah perjalanan yang begitu singkat untuk menuju kehidupan yang sebenarnya di akhirat nanti, yaitu kehidupan yang kekal abadi selama-lamanya tanpa batas. Kalaupun ada dari kita yang berpikir bahwa hidup ini sudah terlanjur sia-sia, menganggap bahwa buat apa hidup yang baik di dunia kalau tidak ada gunanya lagi karena terlanjur terjerumus dalam dosa, bahkan ada juga mereka yang hidup segan mati pun juga tak mau. Sikap seperti itu bukanlah cerminan yang baik. Rubahlah diri sesegera mungkin karena itu lebih baik daripada diam larut dalam dosa. 
          Menjalani hidup ini sudah pasti ada batu kerikil yang terbentang. Hanya saja kitalah yang harus memilih langkah yang tepat agar terhindar dari batu kerikil itu dan bisa melewatinya dengan legah. Pergunakan hidup ini dengan sebaik-baik perbuatan dalam setiap langkah menuju ridho sang Pencipta. Janganlah pernah berpikir kalau Allah itu lengah terhadap apa yang kita lakukan, Allah itu maha mengetahui bahkan hal sekecil apapun Allah tahu. Semoga kita dijadikan Allah hamba-hamba-Nya yang selalu ingat dengan dosa dan kesalahan kita, Amiiin...

written by: M. Akhirullah

HOLIDAY

Nongsa Beach, Batam.
fly high........!!!

Selasa, 02 September 2014

INTROSPEKSI MERAIH KEBAHAGIAAN


     Jika mendengar kata Kebahagian, setiap telinga pasti mengidamkan hal tersebut bahkan kalau bisa memungkinkan selamanya untuk merasakan hal tersebut meski terkadang dalam kehidupan kita masih ada terlintas kata penderitaan baik yang bisa dilihat secara terang-terangan maupun yang tidak kasat mata yang tersimpan rapi di dalam hati. Kebahagian adalah bentuk kata benda yang bisa disebut sesuatu, Kebahagian yang berasal dari kata dasar adjektif (bahagia) yang menunjukkan suatu keadaan senang dan tentram di jiwa. Kebahagiaan adalah kesenangan dan ketentraman, merupakan hal yang akan dicapai oleh setiap makhluk hidup di dunia ini terutama manusia yang diberi kelebihan akal pikiran daripada makhluk lainnya, ialah yang bisa merasakan hal se-detail mungkin, manusia yang bisa mencampuradukkan rasa yang timbul menjadi kondisi yang berbeda-beda pula, tidak terkecuali hewan dan tumbuhan mereka pun membutuhkan kebahagiaan. Ketika merasakan kebahagian, apa yang kita rasakan? tentu menyenangkan, bukan? Punya banyak uang, bisa makan enak, bisa berlibur ke luar negeri, punya gadget mewah, dan masih banyak lagi sumber kebahagiaan lainnya. Lalu dimanakah letak titik rasa senang itu dapat dilihat? Tuhan menciptakan hati dengan berbagai macam tujuan, yaitu untuk merasakan ketakutan, kegelisahan, sakit, galau, kebingungan, pertimbangan, dan salah satunya itu adalah untuk merasakan rasa senang yaitu bahagia.
       Lantas bagaimana jika hati tidak mampu merasakan kebahagiaan yang hakiki? Kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang sesungguhnya yaitu perasaan yang membuat hati tenang dan nyaman dalam kondisi naik maupun turun. Adapula yang mengatakan bahagia itu adalah getaran hati yang berbunga-bunga. Tidak semua insan bisa melatih hatinya untuk bisa mecicipi rasa tersebut dalam keadaan apapun. Sulit memang, akan tetapi semua bisa merasakan bahagia asalkan paham arah kebahagiaan itu diraih dalam keadaan bagaimanapun. Masih banyak orang menganggap bahwa mencari kebahagiaan itu lebih gampang dilakukan oleh orang yang berduit, orang yang bisa membeli kebahagian. Apakah benar mereka yang berduit sudah pasti mendapatkan kebahagiaan yang hakiki? Belum tentu.
      Banyak yang mengatakan bahwa kebahagiaan itu bisa didefinisikan dalam beberapa kondisi, contohnya bisa dibaca lewat tulisan-tulisan status di sosial media, tulisannya seperti ini: “Bahagia itu di saat kamu dan aku menjadi kita”, “Bahagia itu ketika melihat cewek-cewek cantik”, adapula yang menuliskan “Bahagia itu saat dosenku memberi tanda tangan skripsiku”, “Bahagia itu ketika kamu mencuri nomor handphone-ku”, dan masih banyak versi alayers-alayers lainnya.
           Terkait soal kebahagiaan, ternyata tidak sedikit orang merasakan penderitaan, termasuk Saya sendiri(penulis, red.). Orang yang sedang mengalami kesedihan tentu rasanya sakit, kesedihan seseorang bisa tampak dari raut muka, ada pula orang yang pintar menyimpan rasa sedih mereka dengan tidak menunjukkan raut muka yang sedih pula. Banyak juga contoh penderitaan yang dalam hal ini tidak perlu dijabarkan. Rasa sedih tentu termasuk dalam golongan penderitaan, walau sedikit banyaknya kesedihan yang dirasakan, namun mengintrospeksi diri itu perlu dilakukan bahkan merupakan hal yang menjadi kebutuhan pokok untuk asupan obat hati sehingga pribadi bisa mengenal kesalahan-kesalahan pola bersyukur, berpikir, berperilaku, berkata yang mungkin pernah dilakukan terhadap diri pribadi, Tuhan atau kepada orang lain.
       Introspeksi atau dengan kata lain mempertanyakan kembali apakah ada kemungkinan kesalahan diri baik terhadap diri sendiri, Tuhan, maupun orang lain. Introspeksi itu adalah obat untuk kembali kepada hal kesembuhan yaitu kembali dari rasa sakit menjadi normal, kembali dari hal buruk kemudian dirubah menjadi hal yang baik. Ketika fisik merasakan rasa sakit seperti luka, memar, nyeri, dan lain sebagainya juga perlu diobati agar kembali sembuh seperti semula. Begitu juga halnya dengan hati ketika sedih, maka perlu diobati. Bila setiap orang bisa belajar dari pengalaman pahit masa lalu, itu juga akan menjadi guru yang mengajarkan hati menjadi manis sekarang dan seterusnya. Hati adalah organ perasaan yang sangat sensitif, hati bisa mengendalikan segalanya. Jika hati itu buruk, maka yang akan dikendalikannya itu akan buruk pula. Fisik akan cepat berubah ketika kita larut dalam hati yang sakit, fisik juga akan menunjukkan gerak-geriknya secara refleks ketika kesedihan di dalam hati muncul kembali, walau terkadang rasa sedih itu tidak tampak lantas ditutupi dengan senyum manis di bibir. Oleh karenanya, di manapun dan kapanpun kita merasakan derita, mulailah untuk mengobatinya dengan merenungkan kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan yang secara tidak sadar kita lakukan sebelumnya. Lakukanlah perenungan kesalahan setiap kesedihan datang, baik dengan cara bersyukur kepada Tuhan, merubah pola dan sikap hidup menjadi lebih baik, dan melakukan ibadah lebih baik lagi agar hati bisa menjadi baja yang sangat kuat saat diterpa musibah kesedihan, sekuat baja menahan panasnya api yang membakar. Bukankah Tuhan akan bersama orang-orang yang sabar dan suka mengintrospeksi? Jika Tuhan sudah senang terhadap hamba-Nya yang suka merenungi kesalahannya dan selalu memperbaikinya, bukankah Tuhan akan cinta dan memberikan balasan yang baik yang bisa disebut bahagia? Tentu saja jawabannya YA :)
Be happy forever!!


written by:  M. Akhirullah

















Selasa, 14 Oktober 2014

GURU BERSABARLAH DULU


     Aku adalah seorang guru yang termasuk guru yang trend-nya disebut guru yang ‘gak tegaan, khususnya pada siswa-siswaku sendiri. Saat mengajar di kelas umumnya  aku terlihat biasa saja dan bukan termasuk guru yang killer. Apalagi di saat siswa yang terkadang membuatku jengkel di kelas, aku selalu berusaha menegur dengar caraku sendiri, yaitu menegur seperlunya dengan tidak menunjukkan tekanan suara tinggi yang menggertak dengan tujuan agar mereka tidak tersinggung, namun satu hal yang menjadi kelemahanku saat-saat itu adalah cara tuguranku tidak dapat membuat siswaku jera dan sadar. Aku tahu alasan mengapa siswa sering berperilaku seperti itu, tetapi alasan itu tidak perlu aku jelaskan panjang lebar di sini. Ya, aku menyadari bahwa aku saat itu sedang mengajar di sebuah lembaga pendidikan Non-formal yang menuntut guru untuk selalu berhati-hati dalam menegur siswa, jangan sampai mereka dipukul ataupun hal yang membuat mereka berhenti dari lembaga tersebut. Maklum, lembaga pendidikan Non-formal di tempatku mengajar mampu bertahan hidup karena adanya kepercayaan siswa, jika lembaga itu dianggap buruk di mata siswa dan atau orang tuanya, mungkin saja lembaga itu akan mengalami penurunan jumlah siswa dan akan mengalami kebangkrutan. waktu itu  Memang berat tantangan profesi ini yang aku rasakan sebagai guru di lembaga pendidikan Non-formal, tetapi sebagai guru yang berusaha untuk selalu profesional dengan segala kekurangan yang aku miliki, maka hal itu yang membuatku tetap semangat dalam mengajar, tulus ikhlas aku berikan demi siswa, lembaga, dan pekerjaanku.  Mungkin pernyataan ini terdengar agak membanggakan diri ataupun mungkin terdengar kurang etis dibicarakan, tetapi itulah secuil kenyataan dari sifatku yang sebenarnya sebagai seorang guru.
      Di lembaga pendidikan Non-formal tempat aku mengajar waktu itu hampir seluruh siswa-siswinya berasal dari golongan orang kaya. Ada siswa yang berperilaku baik terhadap guru dan ada juga “mungkin” siswa yang berperilaku yang tidak baik terhadap gurunya. Mungkin mereka menganggap gurunya lebih rendah materilnya sehingga mereka seenaknya saja berperilaku yang tidak beretika. Mereka menganggap segalanya bisa dibeli dengan uang dari orang tuanya. Mungkin juga faktor pergaulan di dunia mereka lebih bebas, kurang perhatian dari orang tua, dan atau kurang bergaul dengan orang di sekitarnya yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dari segi materi dan status sosialnya. Semua etika mereka itu pasti memiliki banyak faktor yang mempengaruhi. Akan tetapi, bukan berarti mereka luput dari perhatian seorang guru. Guru akan selalu memberikan contoh yang baik untuk anak didiknya.
       Kali ini aku ingin menceritakan pengalaman singkat yang memiliki sedikit pelajaran yang berpengaruh dalam hidupku dan untuk kesadaran diri untuk menjadi guru yang lebih baik lagi di masa mendatang.
        Pada hari Selasa di suatu lembaga yang tidak perlu aku sebutkan, aku mendapatkan jadwal mengajar di kelas 7 SMP. Tepatnya di ruang A. Pengalaman yang biasa aku hadapi saat itu ialah menunggu kehadiran siswa di kelas yang mana mereka semua datang terlambat. Sebenarnya tidaklah etis bagi seorang guru menunggu kedatangan siswanya di kelas, yang ada hanyalah siswa yang menunggu kehadiran guru di kelasnya atau datang dalam waktu yang bersamaan untuk belajar, bukan sebaliknya. Saat itu sebagian besar siswaku datang walaupun terlambat, sisanya menyusul dua siswa laki-laki datang di pertengahan jam belajar. Dua siswa yang terakhir itu sebut saja namanya Bendri dan Andro. Ketika terlambat memasuki ruangan, Andro langsung masuk ke uang kelas bersama Bendri tanpa mengucapkan salam, tidak menoleh ke hadapanku, dan yang parahnya lagi selang waktu masuk ruang kelas, sebelum duduk si Andro meminta bantuanku untuk mencolokan kabel laptop-nya, aku merasa sangat terkejut. Jauh dari prasangka  burukku, selayaknya siswa yang memimta bantuan, aku bantu saja Andro mencolokkan kabel ke lobang aliran listrik yang ada di kelas. Mungkin karena aku adalah guru yang pertama kali mengajar di kelasnya. Aku belum begitu mengenal karakter siswa di kelas waktu itu. Dan tidak lama selang aku mencolokkan kabel laptop, si Andro langsung duduk dan membuka laptop tanpa izin. Spontan saja aku menegur dan memarahi Andro, “Andro, silakan duduk, tolong laptopnya disimpan dulu!”, perintahku. Namun Andro tidak mendengarkan teguranku dan Andro mulai menyalakan laptop­­-nya dan terus memainkan games di  laptop­-nya. Betapa bingung aku saat itu, memikirkan akibat yang akan terjadi jika seandainya aku meluapkan amarahku ke Andro. Tapi, dengan kesadaran yang masih tersimpan. Aku menghentikan teguranku, namun Andro masih saja memainkan games di laptop-nya hingga jam pelajaran berakhir. Dengan mimik wajahku yang bosan, sebelum keluar ruang kelas, aku berpesan kepada Andro dan teman-temannya yang lain bahwa mulai minggu berikutnya jika Andro tidak mau merubah perilakunya yang tidak baik, aku yang akan keluar dari ruangan kelas.

       Sedikit banyaknya  aku sudah paham dengan karakter para siswa umumnya yang pernah aku temui karena sebelum mengajar di kelas Andro aku sudah lumayan banyak memiliki pengalaman dalam menghadapi berbagai macam karakter para siswaku baik berhadapan dengan siswa yang pendiam seribu bahasa sampai siswa yang hampir pernah mengarahkan jari telunjuknya di keningku saat dia marah yang tidak jelas dengan nada mengancam sehingga membuat darahku memanas melihat tingkahnya yang sangat tidak patut dicontoh. Betapa kurang ajar siswa itu, hingga aku menegurnya dengan baik, mengucapkan istighfar dan mengusap emosi burukku. Namun, dalam kelasku kali ini sangatlah berbeda dengan apa yang saya duga sebelumnya. Menghadapi siswa yang tidak menganggap kehadiran guru barunya.
      Sempat aku berpikir, betapa senangnya hidup seorang siswaku Andro, anak dari keluarga yang kaya yang bisa memiliki segalanya yang dia inginkan, dimana jika dibandingkan dengan anak-anak di luar sana yang mungkin keadaan mereka sangatlah jauh dengan keadaan Andro. Andro bisa sekolah, membayar les yang mahal di luar sekolah, dan bisa mendapatkan apa saja yang dia inginkan. Sungguh luar biasa kesempurnaan materi yang dia dapat. Dan timbul pertanyaan di benakku bagaimana ketika dia besar nanti jika sikapnya terhadap orang lain masih seperti itu dan bagaimana dia bisa mempertahankan harta orang tuanya dengan baik kelak tanpa menghormati orang lain di sekitarnya.

KECERDASAN BELUM TENTU BISA MENYELAMATKAN HARTAMU, NAMUN AKHLAK AKAN SELALU MENJAGA HARTAMU.

Inilah sepenggal cerita yang terjadi di sela-sela pekerjaanku sebagai guru yang umumnya mungkin juga terjadi di kehidupan para pembaca sekalian. Hal ini mendorongku untuk mencari ide baru dalam memecahkan masalah untuk mengarahkan siswa yang serupa dalam kondisi cerita di atas ke arah yang lebih tepat.

Rabu, 03 September 2014

HIDUP KITA

          Hidup ini merupakan sebuah perjalanan yang begitu singkat untuk menuju kehidupan yang sebenarnya di akhirat nanti, yaitu kehidupan yang kekal abadi selama-lamanya tanpa batas. Kalaupun ada dari kita yang berpikir bahwa hidup ini sudah terlanjur sia-sia, menganggap bahwa buat apa hidup yang baik di dunia kalau tidak ada gunanya lagi karena terlanjur terjerumus dalam dosa, bahkan ada juga mereka yang hidup segan mati pun juga tak mau. Sikap seperti itu bukanlah cerminan yang baik. Rubahlah diri sesegera mungkin karena itu lebih baik daripada diam larut dalam dosa. 
          Menjalani hidup ini sudah pasti ada batu kerikil yang terbentang. Hanya saja kitalah yang harus memilih langkah yang tepat agar terhindar dari batu kerikil itu dan bisa melewatinya dengan legah. Pergunakan hidup ini dengan sebaik-baik perbuatan dalam setiap langkah menuju ridho sang Pencipta. Janganlah pernah berpikir kalau Allah itu lengah terhadap apa yang kita lakukan, Allah itu maha mengetahui bahkan hal sekecil apapun Allah tahu. Semoga kita dijadikan Allah hamba-hamba-Nya yang selalu ingat dengan dosa dan kesalahan kita, Amiiin...

written by: M. Akhirullah

HOLIDAY

Nongsa Beach, Batam.
fly high........!!!

Selasa, 02 September 2014

INTROSPEKSI MERAIH KEBAHAGIAAN


     Jika mendengar kata Kebahagian, setiap telinga pasti mengidamkan hal tersebut bahkan kalau bisa memungkinkan selamanya untuk merasakan hal tersebut meski terkadang dalam kehidupan kita masih ada terlintas kata penderitaan baik yang bisa dilihat secara terang-terangan maupun yang tidak kasat mata yang tersimpan rapi di dalam hati. Kebahagian adalah bentuk kata benda yang bisa disebut sesuatu, Kebahagian yang berasal dari kata dasar adjektif (bahagia) yang menunjukkan suatu keadaan senang dan tentram di jiwa. Kebahagiaan adalah kesenangan dan ketentraman, merupakan hal yang akan dicapai oleh setiap makhluk hidup di dunia ini terutama manusia yang diberi kelebihan akal pikiran daripada makhluk lainnya, ialah yang bisa merasakan hal se-detail mungkin, manusia yang bisa mencampuradukkan rasa yang timbul menjadi kondisi yang berbeda-beda pula, tidak terkecuali hewan dan tumbuhan mereka pun membutuhkan kebahagiaan. Ketika merasakan kebahagian, apa yang kita rasakan? tentu menyenangkan, bukan? Punya banyak uang, bisa makan enak, bisa berlibur ke luar negeri, punya gadget mewah, dan masih banyak lagi sumber kebahagiaan lainnya. Lalu dimanakah letak titik rasa senang itu dapat dilihat? Tuhan menciptakan hati dengan berbagai macam tujuan, yaitu untuk merasakan ketakutan, kegelisahan, sakit, galau, kebingungan, pertimbangan, dan salah satunya itu adalah untuk merasakan rasa senang yaitu bahagia.
       Lantas bagaimana jika hati tidak mampu merasakan kebahagiaan yang hakiki? Kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang sesungguhnya yaitu perasaan yang membuat hati tenang dan nyaman dalam kondisi naik maupun turun. Adapula yang mengatakan bahagia itu adalah getaran hati yang berbunga-bunga. Tidak semua insan bisa melatih hatinya untuk bisa mecicipi rasa tersebut dalam keadaan apapun. Sulit memang, akan tetapi semua bisa merasakan bahagia asalkan paham arah kebahagiaan itu diraih dalam keadaan bagaimanapun. Masih banyak orang menganggap bahwa mencari kebahagiaan itu lebih gampang dilakukan oleh orang yang berduit, orang yang bisa membeli kebahagian. Apakah benar mereka yang berduit sudah pasti mendapatkan kebahagiaan yang hakiki? Belum tentu.
      Banyak yang mengatakan bahwa kebahagiaan itu bisa didefinisikan dalam beberapa kondisi, contohnya bisa dibaca lewat tulisan-tulisan status di sosial media, tulisannya seperti ini: “Bahagia itu di saat kamu dan aku menjadi kita”, “Bahagia itu ketika melihat cewek-cewek cantik”, adapula yang menuliskan “Bahagia itu saat dosenku memberi tanda tangan skripsiku”, “Bahagia itu ketika kamu mencuri nomor handphone-ku”, dan masih banyak versi alayers-alayers lainnya.
           Terkait soal kebahagiaan, ternyata tidak sedikit orang merasakan penderitaan, termasuk Saya sendiri(penulis, red.). Orang yang sedang mengalami kesedihan tentu rasanya sakit, kesedihan seseorang bisa tampak dari raut muka, ada pula orang yang pintar menyimpan rasa sedih mereka dengan tidak menunjukkan raut muka yang sedih pula. Banyak juga contoh penderitaan yang dalam hal ini tidak perlu dijabarkan. Rasa sedih tentu termasuk dalam golongan penderitaan, walau sedikit banyaknya kesedihan yang dirasakan, namun mengintrospeksi diri itu perlu dilakukan bahkan merupakan hal yang menjadi kebutuhan pokok untuk asupan obat hati sehingga pribadi bisa mengenal kesalahan-kesalahan pola bersyukur, berpikir, berperilaku, berkata yang mungkin pernah dilakukan terhadap diri pribadi, Tuhan atau kepada orang lain.
       Introspeksi atau dengan kata lain mempertanyakan kembali apakah ada kemungkinan kesalahan diri baik terhadap diri sendiri, Tuhan, maupun orang lain. Introspeksi itu adalah obat untuk kembali kepada hal kesembuhan yaitu kembali dari rasa sakit menjadi normal, kembali dari hal buruk kemudian dirubah menjadi hal yang baik. Ketika fisik merasakan rasa sakit seperti luka, memar, nyeri, dan lain sebagainya juga perlu diobati agar kembali sembuh seperti semula. Begitu juga halnya dengan hati ketika sedih, maka perlu diobati. Bila setiap orang bisa belajar dari pengalaman pahit masa lalu, itu juga akan menjadi guru yang mengajarkan hati menjadi manis sekarang dan seterusnya. Hati adalah organ perasaan yang sangat sensitif, hati bisa mengendalikan segalanya. Jika hati itu buruk, maka yang akan dikendalikannya itu akan buruk pula. Fisik akan cepat berubah ketika kita larut dalam hati yang sakit, fisik juga akan menunjukkan gerak-geriknya secara refleks ketika kesedihan di dalam hati muncul kembali, walau terkadang rasa sedih itu tidak tampak lantas ditutupi dengan senyum manis di bibir. Oleh karenanya, di manapun dan kapanpun kita merasakan derita, mulailah untuk mengobatinya dengan merenungkan kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan yang secara tidak sadar kita lakukan sebelumnya. Lakukanlah perenungan kesalahan setiap kesedihan datang, baik dengan cara bersyukur kepada Tuhan, merubah pola dan sikap hidup menjadi lebih baik, dan melakukan ibadah lebih baik lagi agar hati bisa menjadi baja yang sangat kuat saat diterpa musibah kesedihan, sekuat baja menahan panasnya api yang membakar. Bukankah Tuhan akan bersama orang-orang yang sabar dan suka mengintrospeksi? Jika Tuhan sudah senang terhadap hamba-Nya yang suka merenungi kesalahannya dan selalu memperbaikinya, bukankah Tuhan akan cinta dan memberikan balasan yang baik yang bisa disebut bahagia? Tentu saja jawabannya YA :)
Be happy forever!!


written by:  M. Akhirullah