Selasa, 25 November 2014

SERIBU TETES AIR KEIKHLASAN ADALAH SELUAS AIR SAMUDERA

          Berat memang ketika kita mendengar kata ikhlas. Seolah-olah ada bayangan beban berat yang akan dipikul ketika mendengar kata ikhlas, apalagi akan melakukan perbuatan dengan penuh keikhlasan, baik ikhlas dalam memberi, berbagi dengan sesama, memberikan pelayanan jasa, ataupun berbuat baik dengan segala resiko yang akan dihadapi. Tidak semua manusia bisa dengan lapang dada melakukan sesuatunya dengan ikhlas, namun ikhlas bisa dicap sebagai ikhlas hanya jika tindakan itu dilakukan karena Zat yang menciptakannya, yaitu Allah SWT.
          Ikhlas merupakan kerelaan sepenuh hati dalam berbuat dan memberikan hasilnya tanpa paksaan sedikitpun dan tanpa mengharapkan imbalan dari siapapun hanya semata-mata demi Tuhan yang menciptakannya. Betapa banyak pekerjaan yang tidak dilakukan dengan landasan keikhlasan, alhasil beban pikiran dan masalah demi masalah pasti selalu mengiringi setiap pikiran si pelaku. Jangan takut, sedikit banyak hal yang membuat hati sesak kalaulah kita berlaku ikhlas, mudah-mudahan pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang tulus tidak akan pernah luput mendapati hadiah terindah dari Sang Pencipta. Karena sesungguhnya Dia melihat dari lubuk hati manusia bukan dari tampilan perbuatannya.
          Seribu Tetes Keikhlasan adalah Seluas Air Samudera. Mungkin sebait kata ini yang menjadi judul artikel yang ditulis ini yang bisa mencerminkan sebuah sejarah yang pernah terjadi di mana sejarah itu adalah cerita hidup yang diambil dari seorang guru mengaji yang mengajarkan anak didiknya tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun yang jarang sekali kita temukan seorang guru dalam keadaan seperti itu di sekitar kita. Nama guru itu sebut saja dengan Bapak Abdul, bertahun-tahun ia hidup dalam kemiskinan bersama istrinya tercinta dan jauh dari kesederhanaan namun tetap memiliki hati emas. Subhanallah, bagaimana wujud hati emasnya itu? Dialah Bapak Abdul yang kesehariannya mengajarkan  anak-anak di kampungnya membaca Al-Qur’an (mengaji) setiap hari. Sedikitpun tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk meminta bayaran dari anak-anak didiknya, sekalipun barang sembako sebagai pengganti pamrih-nya. Niatnya bisa diketahui dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa ia mengajar dengan tulus penuh kasih sayang dan ia takut merepotkan orang banyak saat meminta suatu pamrih apapun. Luar biasa!.
          Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bapak Abdul dibantu istrinya dengan menjadi kuli cuci pakaian dengan upah yang hanya cukup memenuhi kebutuhan makan mereka dalam sehari saja. Tidak hanya itu saja kepedihan hidup  yang dihadapi oleh Bapak Abdul, ternyata Bapak Abdul yang sudah tua rentah ini juga pernah memiliki seorang anak laki-laki, namun Subhanallah.. dengan keikhlasan hati Pak Abdul mengatakan bahwa anaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, anak yang merupakan satu-satunya harapan mereka. Tiba-tiba hentakan hati ini juga menangis perih ikut merasakan apa yang dirasakan oleh kedua suami istri yang sudah tua itu. Betapa terpukulnya hidup kita seandainya berada di posisi kedua orang tua yang ditinggalkan seorang anak tunggal serta hidup dalam kekurangan.
         Kembali dengan hati Bapak Abdul yang mulia itu, mungkin saja dari kita tidak akan pernah sanggup menerima keadaan seperti itu jika kita ditakdirkan di posisinya. Namun, jauh dari dugaan itu, ternyata masih ada setitik cahaya di dalam laut yang sangat dalam yang mampu menembus tujuh lapis langit di atas, yaitu hati Bapak Abdul yang ikhlas. Dengan kedisiplinannya mengajarkan anak-anak didiknya mengaji dengan penuh ikhlas, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang bersabar. Sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar, termasuk Bapak Abdul yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup yang perih jika kita rasakan yang ditakdirkan untuknya.
         Suatu hari, mungkin tanpa diduga oleh Bapak Abdul, rezeki dan janji dari Allah pun ia dapatkan. Sebuah acara Bedah Rumah dari salah satu stasiun televisi swasta mendatangi rumah Bapak Abdul yang sangat tidak layak dihuni, rumah yang sudah usang dan bocor. Sekarang Bapak Abdul mendapatkan rezeki berupa hadiah dari acara tersebut berupa rumah baru yang jauh lebih layak. Sungguh merupakan berkah yang tidak diduga datangnya. Hanya dengan seribu tetes air keikhlasan yang mungkin belum cukup memenuhi 1 ember air, ternyata mampu menghasilkan air yang tidak disangka-sangka banyaknya seluas air di samudera.

SELAMAT HARI GURU :)

by ~ M. Akhirullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selasa, 25 November 2014

SERIBU TETES AIR KEIKHLASAN ADALAH SELUAS AIR SAMUDERA

          Berat memang ketika kita mendengar kata ikhlas. Seolah-olah ada bayangan beban berat yang akan dipikul ketika mendengar kata ikhlas, apalagi akan melakukan perbuatan dengan penuh keikhlasan, baik ikhlas dalam memberi, berbagi dengan sesama, memberikan pelayanan jasa, ataupun berbuat baik dengan segala resiko yang akan dihadapi. Tidak semua manusia bisa dengan lapang dada melakukan sesuatunya dengan ikhlas, namun ikhlas bisa dicap sebagai ikhlas hanya jika tindakan itu dilakukan karena Zat yang menciptakannya, yaitu Allah SWT.
          Ikhlas merupakan kerelaan sepenuh hati dalam berbuat dan memberikan hasilnya tanpa paksaan sedikitpun dan tanpa mengharapkan imbalan dari siapapun hanya semata-mata demi Tuhan yang menciptakannya. Betapa banyak pekerjaan yang tidak dilakukan dengan landasan keikhlasan, alhasil beban pikiran dan masalah demi masalah pasti selalu mengiringi setiap pikiran si pelaku. Jangan takut, sedikit banyak hal yang membuat hati sesak kalaulah kita berlaku ikhlas, mudah-mudahan pekerjaan yang dilakukan dengan hati yang tulus tidak akan pernah luput mendapati hadiah terindah dari Sang Pencipta. Karena sesungguhnya Dia melihat dari lubuk hati manusia bukan dari tampilan perbuatannya.
          Seribu Tetes Keikhlasan adalah Seluas Air Samudera. Mungkin sebait kata ini yang menjadi judul artikel yang ditulis ini yang bisa mencerminkan sebuah sejarah yang pernah terjadi di mana sejarah itu adalah cerita hidup yang diambil dari seorang guru mengaji yang mengajarkan anak didiknya tanpa mengharapkan imbalan sedikitpun yang jarang sekali kita temukan seorang guru dalam keadaan seperti itu di sekitar kita. Nama guru itu sebut saja dengan Bapak Abdul, bertahun-tahun ia hidup dalam kemiskinan bersama istrinya tercinta dan jauh dari kesederhanaan namun tetap memiliki hati emas. Subhanallah, bagaimana wujud hati emasnya itu? Dialah Bapak Abdul yang kesehariannya mengajarkan  anak-anak di kampungnya membaca Al-Qur’an (mengaji) setiap hari. Sedikitpun tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk meminta bayaran dari anak-anak didiknya, sekalipun barang sembako sebagai pengganti pamrih-nya. Niatnya bisa diketahui dari pernyataannya yang menyebutkan bahwa ia mengajar dengan tulus penuh kasih sayang dan ia takut merepotkan orang banyak saat meminta suatu pamrih apapun. Luar biasa!.
          Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, Bapak Abdul dibantu istrinya dengan menjadi kuli cuci pakaian dengan upah yang hanya cukup memenuhi kebutuhan makan mereka dalam sehari saja. Tidak hanya itu saja kepedihan hidup  yang dihadapi oleh Bapak Abdul, ternyata Bapak Abdul yang sudah tua rentah ini juga pernah memiliki seorang anak laki-laki, namun Subhanallah.. dengan keikhlasan hati Pak Abdul mengatakan bahwa anaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, anak yang merupakan satu-satunya harapan mereka. Tiba-tiba hentakan hati ini juga menangis perih ikut merasakan apa yang dirasakan oleh kedua suami istri yang sudah tua itu. Betapa terpukulnya hidup kita seandainya berada di posisi kedua orang tua yang ditinggalkan seorang anak tunggal serta hidup dalam kekurangan.
         Kembali dengan hati Bapak Abdul yang mulia itu, mungkin saja dari kita tidak akan pernah sanggup menerima keadaan seperti itu jika kita ditakdirkan di posisinya. Namun, jauh dari dugaan itu, ternyata masih ada setitik cahaya di dalam laut yang sangat dalam yang mampu menembus tujuh lapis langit di atas, yaitu hati Bapak Abdul yang ikhlas. Dengan kedisiplinannya mengajarkan anak-anak didiknya mengaji dengan penuh ikhlas, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dan janji-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang bersabar. Sungguh Allah bersama orang-orang yang sabar, termasuk Bapak Abdul yang sabar dan ikhlas dalam menjalani hidup yang perih jika kita rasakan yang ditakdirkan untuknya.
         Suatu hari, mungkin tanpa diduga oleh Bapak Abdul, rezeki dan janji dari Allah pun ia dapatkan. Sebuah acara Bedah Rumah dari salah satu stasiun televisi swasta mendatangi rumah Bapak Abdul yang sangat tidak layak dihuni, rumah yang sudah usang dan bocor. Sekarang Bapak Abdul mendapatkan rezeki berupa hadiah dari acara tersebut berupa rumah baru yang jauh lebih layak. Sungguh merupakan berkah yang tidak diduga datangnya. Hanya dengan seribu tetes air keikhlasan yang mungkin belum cukup memenuhi 1 ember air, ternyata mampu menghasilkan air yang tidak disangka-sangka banyaknya seluas air di samudera.

SELAMAT HARI GURU :)

by ~ M. Akhirullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar